VAKSIN COVID-19
TAK
KENAL MAKA TAK KEBAL
Narasumber
: Yuniar, MSc, Apt (RSMH Palembang)
Pemerintah sedang mempersiapkan dan melaksanakan program
vaksinasi untuk seluruh masyarakat di Indonesia. Namun disisi lain, masih
banyak masyarakat yang menerima informasi/berita yang membingungkan atau tidak
jelas. Maka diperlukan informasi yang objektif
tentang
vaksin dan vaksinasi itu sendiri. Masyarakatpun harus bisa membedakan
mana berita yang benar dan hoax.
Definisi vaksin
Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.
Ada beberapa merk vaksin COVID-19 yang sudah beredar
di dunia saat ini, antara lain produk dari Sinovac, (Coronavac) Astra Zeneca,
Pfizer, Modena, dll. Semuanya memiliki kandungan dan jenis vaksin yang berbeda.
Misalnya, Coronavac dari Sinovac,
merupakan vaksin yang berasal dari virus yang dimatikan, (inactivated vaccine)
sedangkan Modena dan Pfizer berasal dari rna virus. Kementrian Kesehatan menetapkan 6 jenis vaksin
COVID-19 yang dapat digunakan untuk vaksinasi di Indonesia :
1.
PT. Bio Farma
2.
Astra Zeneca
3.
Sinopharm
4.
Moderna
5.
Pfizer Inc and
BioNTech
6.
Sinovac-biotech Ltd
Vaksin yang digunakan saat ini, tentunya telah melalui
tahapan pengembangan dan serangkaian uji yang ketat, sehingga terjamin
kualitas, kemanan dan efektivitasnya dibawah pengawasan Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (BPOM RI) dan memenuhi standar internasional.
Khasiat vaksin :
Dibawah ini merupakan 3 hal yang harus diperhatikan
dalam melihat khasiat vaksin :
1. Imunogenitas :
Kemampuan untuk memicu respon imun didalam tubuh yang dapat dilihat dari
peningkatan kadar antibodi
2. Efikasi :
Estimasi penurunan angka kejadian infeksi pada kelompok orang yang mendapat
vaksin dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat vaksin/ mendapat
placebo.
3. Efektivitas :
Kemampuan vaksin dalam menurunkan kejadian penyakit infeksi dalam populasi
masyarakat sebenarnya setelah digunakan luas dalam masyarakat
Saat ini, Vaksin yang digunakan di Indonesia adalah
Coronavac dari Sinovac Cina. BPOM pun telah menerbitkan Emergency Use
Authorization (EUA) untuk vaksin COVID-19 coronavac. Mengapa dipilih
coronavac ? Tentunya pemerintah dalam hal ini kemenkes telah melakukan kajian
mendalam, terkait ketersediaan vaksin dan menyesuaikan dengan kondisi di
Indonesia. Salah satunya adalah faktor
penyimpanan vaksin, dikaitkan dengan stabilitas vaksin tersebut, Coronavac
dapat disimpan dan stabil pada suhu 2 º C -8 ºC. Sarana pelayanan Kesehatan di Indonesia, misalnya
di Puskesmas dan RS, rata-rata memiliki
kulkas dengan spesifikasi tersebut.
Sementara kebanyakan merk lain harus disimpan dalam kulkas -80 º C . Bayangkan kerepotan yang akan ditimbulkan jika kita harus
menggunakan vaksin yang stabil pada suhu -80º C. Jika
syarat penyimpanannya tidak terpenuhi, akan mengakibatkan vaksin tersebut
menjadi tidak stabil, rusak dan akan lebih membahayakan kita, Tentunya tidak menutup kemungkinan, Indonesia
juga akan menggunakan vaksin lain selain coronavac jika ketersediaan vaksin
tersebut belum terpenuhi untuk seluruh masyarakat Indonesia, namun harus
didukung dengan infrastruktur yang baik yang mendukung immunogenitas, efikasi
dan efektifitas vaksin.
Kembali lagi ke khasiat vaksin, dari hasil uji klinis,
diketahui bahwa efikasi dari vaksin covid-19 coronavac sebesar 65,3 %. Ini menunjukkan harapan bahwa
vaksin mampu menurunkan kejadian penyakit COVID-19 hingga 65.3 %. Namun kita jangan khawatir, karena ternyata
hasil uji klinis tersebut telah melewati persyaratan WHO dengan batas minimal
efikasi vaksin sebesar 50 %. Dengan efikasi >50 % diharapkan dapat terbentuk
herd immunity di masyarakat.
Efek samping Vaksin
Menurut BPOM,
hasil evaluasi menunjukkan coronavac ternyata cukup aman. Kejadian EF ek
samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang :
1. Nyeri lokal
2. Indurasi
(pengerasan jaringan disekitar lokasi penyuntikan)
3. Kemerahan dan
pembengkakan
4. Myalgia (nyeri
otot)
5. Kelelahan
6. Demam
7. Mengantuk
8. Dll
Efek samping tersebut bukan merupakan efek samping
yang berbahaya dan dapat pulih Kembali.
Kriteria kelompok yang belum bisa diberikan vaksin Covid-19
Siapa saja
yang tidak bisa diberikan vaksin Covid-19 coronavac ?
Berdasarkan keputusan Dirjen
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/4/1/2021 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemic COVID
-19 :
1. Berusia dibawah 18 tahun dan tidak lebih 59 tahun
2. Penyintas COVID19/
meiliki riwayat konfirmasi terpapar virus COVID -19
3. Menderita
penyakit ginjal
4. Wanita hamil
dan menyusui
5. Tekanan darah
diatas 140.90 mmHg
6. Menderita HIV,
Diabetes melitus, penyakit saluran pencernaan kronis, memiliki penyakit paru
(Asma, PPOK, TBC), penyakit autoimun, penyakit jantung, epilepsi dan gangguan
syaraf lain, sindroma Hiper IgE dan penyakit kelainan darah, defisiensi imun,
imunokompromise dan penerima produk darah/ tranfusi darah
BPOM telah menyatakan bahwa untuk manula berusia
>60 tahun, dapat diberikan vaksinasi, namun dengan jarak penyuntikan ke 2
setelah 28 hari dari penyuntikan pertama. Berbeda dengan orang dewasa biasa
< 60 tahun, Interval permberian
vaksin ke 2 adalah 14 hari.
Perkembangan terakhir, pertanggal 11 Februari
2021, Kementrian Kesehatan
menerbitkan Surat Edaran Nomor: HK.02.02/I/368/2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 pada
Kelompok Sasaran Lansia, Komorbid, dan Penyintas COVID-19, serta Sasaran Tunda yang menyatakan penyintas covid juga dapat diberikan vaksin COVID-19
jika sudah lebih dari 3 bulan. Dalam surat edaran tersebut juga disebutkan
bahwa kelompok komorbid seperti
penyintas kanker, orang dengan hipertensi, juga dapat divaksinasi kecuali jika
tekanan darah diatas 180/110 mmHg, Pasien Diabetes Melitus juga dapat
divaksinasi sepanjang belum ada komplikasi akut. Ibu
menyusuipun kini
menjadi kelompok yang diperbolehkan untuk mendapatkan vaksinasi, namun harus dilakukan anamnesa tambahan saat
pemeriksaan kesehatan
Maka, harus dipastikan terlebih dahulu kondisi kesehatan
sebelum di vaksin
Sudah divaksin, tapi masih terifeksi COVID- 19 ?
Vaksin Covid-19 coronavac membutuhkan 2 kali dosis
penyuntikan, dan perlu waktu sekitar 1 bulan untuk ciptakan imunitas. Suntikan
pertama ditujukan memicu respon kekebalan awal, sedangkan suntikan kedua untuk
menguatkan respon imun yang terbentuk/sebagai boster. Vaksin membutuhkan waktu 14-28 hari setelah penyuntikan
kedua untuk membangun jumlah antibodi
yang optimum supaya memberikan perlindungan yang maksimal. Jika seseorang
dinyatakan positif COVID -19 setelah vaksinasi, artinya kemungkinan orang
tersebut telah terpapar virus COVID-19 tapi tidak menunjukkan gejala dan virus sedang dalam masa inkubasi.
Vaksinasi COVID- 19 merupakan ikhtiar .
Program
vaksinasi tidak menghilangkan kewajiban untuk menjalankan protokol
Kesehatan, karena selain tetap harus menjaga diri, juga masih dibutuhkan waktu
Bersama-sama bagi sleuruh mayarakat Indonesia untuk mencapai kekebalan kelompok
( herd immunity)
So…jangan pernah ragu. Hayuk dukung program vaksinasi
COVID-19, karena keberhasilan penanganan COVID-19 ini merupakan keberhasilan
kita bersama sebagai bangsa, sampaikan pada keluarga, teman, kolega dan orang-orang disekitarmu
Sumber : Kemenkes RI dan BPOM RI
(Doc Hukormas RSMH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar