Upaya mengatasi kecemasan (Ansietas)
Pada anak yang menjalani perawatandi Rumah Sakit
Narasumber : Ns. Budiman, S.Kep, M.Kes (RSMH Palembang)
Kecemasan (Ansietas) sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti
dan tidak berdaya. Kecemasan
adalah sebagai suatu keadaan emosional yang biasanya melibatkan ketakutan,
ketegangan, dan kekhawatiran serta umumnya dihubungkan dengan antisipasi adanya
suatu ancaman atau kondisi yang membuat tidak nyaman (Stuart & Sundeen, 1998).
Riset yang dilakukan
oleh Holmes dan Rahe (1967) dalam Atkinson (2000) dengan menggunakan life event scale mendapatkan bahwa sakit
dan dirawat di rumah
sakit menduduki tingkat keenam dari 37 peristiwa kehidupan yang menimbulkan
kecemasan.
Secara umum rumah sakit merupakan pusat pelayanan kesehatan, tetapi
perbedaan lingkungan antara rumah sakit dan tempat tinggal, persepsi atau
pandangan yang tertentu terhadap sakit dan kurangnya mekanisme koping maka
lingkungan rumah sakit menjadi stressor dan pengalaman yang menakutkan bagi
pasien dan keluarga. Pada pasien anak, sakit dan hospitalisasi seringkali
menimbulkan kecemasan, di rumah sakit
anak harus menghadapi lingkungan yang asing, pemberi asuhan yang tidak dikenal
dan gangguan terhadap gaya hidup mereka. Sering kali mereka harus mengalami tindakan
yang menimbulkan nyeri (pemasangan infus, nasogastrik tube, kateter, inhalasi
oksigen, injeksi obat-obatan dan sebagainya),
kehilangan kemandirian dan berbagai hal yang tidak diketahui,
interprestasi mereka terhadap kejadian, respon mereka terhadap pengalaman dan
signifikasi yang mereka tempatkan pada pengalaman ini secara langsung
berhubungan dengan tingkat perkembangan (Wong, 2003).
Masalah cemas pada anak yang mendapatkan perawatan dirumah sakit berbeda – beda sesuai dengan tingkat perkembangan anak, pada anak bayi (0 – 1 tahun) yaitu cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan dengan orang tua, anak toddler (1 - 3 tahun) yaitu cemas akibat perpisahan dengan orang tua, anak prasekolah (3 – 6 tahun) yaitu cemas karena berpisah dari lingkungan rumah, permainan dan teman sepermainan,anak sekolah (6 – 12 tahun) yaitu cemas karena berpisah dengan keluarga, kelompok sosialnya dan kehilangan kontrol akibat dirawat dirumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas, sedangkan anak remaja (12 – 18 tahun) yaitu cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya (Supartini, 2004).
Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pemberia asuhan (dokter, perawat
dan nakes lainnya) termasuk juga manajemen rumah sakit untuk mengurangi rasa
cemas pasien anak selama menjalani pengobatan dan perawatan adalah sebagai
berikut :
1. Upaya untuk mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan
dapat dilakukan dengan cara :
a. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
dengan cara membolehkan mereka untuk tinggal bersama anak selama 24 jam (rooming in).
b. Memberikan kesempatan kepada orang tua untuk melihat anak
setiap saat dengan maksud mempertahankan kontak antar mereka.
c. Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi
ruang rawat seperti rumah, diantaranya dengan membuat dekorasi ruangan yang
bernuansa anak.
2. Upaya untuk mencegah perasaan kehilangan kontrol diri
dapat dilakukan dengan cara :
a. Buat jadwal kegiatan untuk prosedur terapi, latihan,
bermain, dan aktivitas lain dalam perawatan untuk menghadapi perubahan
kebiasaan /kegiatan sehari-hari.
b. Fokuskan intervensi keperawatan pada upaya untuk
mengurangi ketergantungan dengan cara memberikan kesempatan anak mengambil
keputusan dan melibatkan orang tua dalam perencanaan kegiatan asuhan medis dan
keperawatan.
c. Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif
terhadap petugas kesehatan.
3. Upaya meminimalkan rasa cemas/takut terhadap prosedur
yang berdampak pada perlukaan tubuh dan rasa nyeri dapat dilakukan dengan cara
:
a.
Mempersiapkan
psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan rasa
nyeri, yaitu dengan menjelaskan apa yang akan dilakukan dan memberikan dukungan
psikologis pada orang tua.
b.
Lakukan
permainan terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan fisik anak, misalnya
dengan cara bercerita, menggambar, mewarnai gambar, menonton video, dengan
cerita yang berkaitan dengan tindakan atau prosedur yang akan dilakukan pada
anak.
c.
Pertimbangkan
untuk menghadirkan orang tua pada saat anak dilakukan tindakan atau prosedur
yang menimbulkan rasa nyeri apabila mereka tidak dapat menahan diri, bahkan
menangis bila melihatnya. Dalam kondisi ini, tawarkan pada anak dan orang tua
untuk mempercayakan kepada petugas kesehatan (dokter, perawat dan atau nakes
lainnya) sebagai pendamping anak selama prosedur tersebut dilakukan.
d.
Tunjukkan
sikap empati sebagai pendekatan utama dalam mengurangi rasa takut akibat
prosedur yang menyakitkan.
e.
Pada
tindakan pembedahan elektif, dilakukan persiapan khusus jauh hari sebelumnya
apabila memungkinkan. Misalnya, dengan mengorientasikan kamar bedah, tindakan
yang akan dilakukan, dan petugas yang akan menangani anak melalui cerita dan gambar.
Beberapa penelitian mendapatkan adanya korelasi positif atau adanya
pengaruh beberapa faktor penting seperti dukungan keluarga (orang tua), peran
pemberi asuhan (sikap peduli, empati dan
melayani) serta adanya terapi permainan yang diberikan seperti (mengambar,
mewarnai gambar dan lainnya) terhadap respon cemas yang terjadi pada pasien
anak selama menjalani perawatan di rumah sakit.
Mengingat hal ini penting sekali bagi pemberi asuhan di rumah sakit untuk
dapat memberikan pelayanan yang dapat menghadirkan rasa nyaman dan aman kepada
pasien anak selama menjalani perawatan guna untuk membantu proses penyembuhan/pemulihan
juga untuk meminimalisir dampak hospitalisasi..
Referensi :
Supartini,
Yupi (2004). Buku Ajar. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC
Stuart and
Sundeen (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Alih Bahasa : Achir Yani
Hamid, Edisi 3, Jakarta : EGC.
Wong Donna L
(2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa : Monica Ester
Edisi 4, Jakarta : EGC
( Doc Hukormas RSMH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar