Keperawatan Transkultural
Rahmiati, S.Kep.,Ners.,M.Kep ( RSMH Palembang)
Kebutuhan manusia sangat unik dan kompleks. Setiap kondisi dan perubahan yang terjadi pada manusia, baik sehat maupun sakit merupakan tantangan bagi perawat yang merupakan garda terdepan untuk melaksanakan asuhan yang berkualitas.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia yang unik, perawat haruslah bisa melakukan keperawatan yang holistic dan lintas budaya. Menurut Leininger (perawat yang mengembangkan Teori trankultural Nursing) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun ia berada. Untuk itu perawat harus mempertimbangkan aspek budaya dalam pemberian asuhan keperawatan.
Teori Keperawatan Transkultural adalah Sebuah wilayah humanistik dan ilmiah dari studi formal dan praktek keperawatan yang difokuskan pada perbedaan dan persamaan antara budaya sehubungan dengan perawatan manusia, kesehatan, dan penyakit berdasarkan nilai-nilai budaya masyarakat, keyakinan, dan praktik serta menggunakan pengetahuan ini untuk memberikan asuhan keperawatan berdasarkan budaya tertentu atau budaya kongruen terhadap masyarakat.
Beberapa aspek budaya yang harus diperhatikan dalam pemberian asuhan keperawatan adalah bahasa, agama dan kepercayaan terhadap herbal/obat tradisional . Di Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa yang memiliki bahasa yang berbeda. Perbedaan bahasa akan menjadi kendala dalam mencapai keberhasilan perawatan. Dalam proses perawatan dibutuhkan komunikasi dua arah antara pasien dan perawat. Perawat harus mempunyai strategi dalam mengurangi efek dari perbedaan bahasa. Strategi dini yang harus dilakukan perawat adalah mengkaji sejak awal terkait dengan bahasa yang digunakan pasien sehingga dapat ditentukan apakah diperlukan seorang penterjemah atau tidak. Penggunaan bahasa yang sesuai dengan bahasa daerahnya pasien saat memberikan edukasi juga akan membuat pasien lebih mudah mengerti terhadap apa yang perawat sampaikan.
Dalam pemberian intervensi keperawatan sering juga terkendala dengan agama/ kepercayaan yang dianut oleh pasien. Beberapa tindakan mungkin tidak sesuai dengan ajaran agama/kepercayaan mereka, seperti tindakan tranfusi ataupun pemberian obat-obatan yang mengandung zat-zat yang tidak diperbolehkan oleh agama tertentu. Perawat harus menyampaikan kepada pasien secara terbuka setiap tindakan/pemberian obat yang terkait dengan agama dan keyakinan pasien. Setiap pasien berhak untuk mendapatkan informasi dan menentukan pilihan pengobatan yang tidak bertentangan dengan keyakinan/ agama yang mereka anut. Akan lebih baik sebelum menyampaikan isu/masalah tersebut perawat telah menyiapkan alternatif/ pilihan lainnya supaya pasien tidak merasa terbebani dan dapat terus menjalani program perawatan yang sudah ditetapkan tetapi hal tersebut tidak bertentangan dengan agama/kepercayaan yang mereka anut.
Budaya tertentu mempunyai kepercayaan terhadap pengobatan tradisional. Obat-obatan tradisonal mungkin memiliki pengaruh yang baik bagi kesehatan, tetapi yang harus diwaspadai belum banyak obat-obatan tradisonal tersebut yang telah mempunyai dasar ilmiahnya. Seperti budaya Jawa yang kental dengan budaya minum jamu. Jamu merupakan obat tradisional, tetapi belum diketahui efeknya apabila di gabung dengan obat-obat kimia. Oleh karena itu perawat juga harus mengkaji makanan/minuman yang diminum rutin oleh pasien. Hal yang cukup ramai dibicarakan saat ini adalah obat tradisional anti kanker. Apabila diketahui oleh perawat bahwa pasien yang sedang menjalani kemoterapi juga mengkonsumsi obat tradisional, sebaiknya dikoordinasikan dengan profesi pemberi asuhan lainya, seperti dokter dan juga apoteker sehingga dapat menghindari hal-hal tidak diinginkan.
Dengan memahami latar belakang budaya pasien, baik bahasa, agama maupun kepercayaan terhadap hal-hal tertentu diharapkan asuhan akan lebih berkualitas dan dapat meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan di rumah sakit.
(
Doc Hukormas RSMH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar