Kamis, 14 Oktober 2021

MENGENAL KOMPLIKASI PADA CONTINOUS AMBULATORY PERITONIAL DIALYSIS (CAPD)

 

MENGENAL KOMPLIKASI PADA

CONTINOUS AMBULATORY PERITONIAL DIALYSIS (CAPD)

Narasumber : Ibnu Khaldun ( RSMH Palembang)

 

Penyakit Ginjal Kronis adalah kerusakan ginjal (kidney damage) atau penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) <60ml/menit/1,73 m2 untuk jangka waktu >3 bulan. Kerusakan ginjal adalah setiap kelainan patologis atau pertanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan dalam darah, urine dan studi pencitraan.

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis :

Stadium

Deskripsi

LFG (ml/mnt/1,73 m2)

1

Kerusakkan ginjal dengan LFG normal atau meningkat

>90

2

Kerusakkan ginjal dengan penurunan LFG ringan

60-89

3

Penurunan LFG sedang

30-59

4

Penurunan LFG berat

15-29

5

Gagal Ginjal

<15 (Dialysis)

 

Prevalensi penyakit ginjal kronis (PGK) meningkat dari tahun ke tahun dan saat ini termasuk salah satu masalah kesehatan yang cukup besar di Indonesia. Seiring dengan meningkatnya angka kejadian penyakit metabolik dan degeneratif, meningkat pula jumlah pasien PGK stadium 5. Terapi pengganti ginjal (TPG) merupakan suatu tindakan perawatan yang diperlukan untuk pasien PGK stadium 5.

Terapi pengganti ginjal (TPG) terdiri dari transplantasi ginjal atau tindakan dialysis. Terapi pengganti ginjal dialysis meliputi Hemodialisis (HD) dan Peritonial Dialysis (PD). Peritonial Dialysis menjadi pilihan yang harus dikembangkan karena adanya kendala dalam program transplantasi ginjal dan fasilitas HD.

Kebutuhan akan terapi pengganti ginjal (TPG) semakin meningkat seiring dengan meningkatnya prevalensi penyakit ginjak kronik (PGK). Peritonial dialisis  (PD) merupakan salah satu pilihan yang tepat karena secara medik maupun non medik mempunyai keunggulan dibandingkan dengan HD. Kelebihan continous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) bagi pasien diantaranya adalah kebebasan dalam tempat dan mesin sehingga tidak tergantung pada mesin di klinik/rumah sakit, begitu pula dengan kesulitan geografis. Secara umum CAPD memiliki dua komplikasi, yaitu kompilkasi infeksi dan komplikasi non infeksi . Komplikasi infeksi yang terjadi dapat di golongkan menjadi dua, yaitu : Infeksi terkait kateter (infeksi exit site dan infeksi tunnel) dan infeksi peritonitis.

 

Infeksi tunnel ditandai dengan edema atau nyeri di daerah subkutis di atas tunnel, infeksi tunnel juga sering tidak nyata, sehingga memerlukan pemeriksaan USG. Infeksi tunnel biasanya timbul bersamaan dengan infeksi pada exit site. Kuman penyebab yang paling sering adalah Staphylococcus aureus atau Pseudomonas aeruginosa.

 

Peritonotis adalah adalah infeksi rongga peritoneum akibat masuknya mikro-organisme melalui kateter, celah kateter ataupun invasi dari dinding usus.Tanda dan gejala dari peritonitis dapat berupa cairan dialisat yang keruh, nyeri pada perut dan demam. Peritonitis merupakan komplikasi umum dan serius dari peritoneal dialysis CAPD. Meskipun kurang dari 5% dari episode peritonitis mengakibatkan kematian, peritonitis adalah penyebab langsung atau utama penyebab kematian pada sekitar 16% pasien CAPD. Selain itu, peritonitis yang parah atau berkepanjangan menyebabkan perubahan struktur dan fungsional membran peritoneum, yang akhirnya menyebabkan kegagalan membran. Peritonitis adalah penyebab utama kegagalan teknik CAPD dan konversi ke hemodialisis jangka panjang. Pencegahan, pengenalan dini, dan manajemen yang tepat dari komplikasi ini penting karena terkait morbiditas pasien dan resiko kegagalan filtrasi. Keberhasilan keseluruhan dalam mengelola komplikasi ini sangat tergantung kemampuan pengelolaan unit CAPD di masing masing daerah, sehingga pelatihan menjadi perhatian khusus untuk program CAPD.

 

Cara perawatan exit site yaitu dengan membersihkan daerah exit site 1-2 kali sehari, ganti cairan pembersih,lembutkan krusta/ penebalan kulit dengan Nacl. Jangan pernah menghilangkan krusta/ penebalan kulit secara paksa, ganti perban setiap hari membersihkan exit site hingga tanda infkesi menghilang, dan hindari exit site dari paparan organisme penyebab infeksi serta hindarkan dari trauma. Perawatan exit site yang baik dan benar dapat mencegah terjadinya infeksi.

Dua tempat yang dapat menjadi sumber masuknya kuman ke dalam peritonium adalah melalui ujung konektor dari pasien ke twin bag selama proses pertukaran cairan dan melalui exit site. Peritonitis dapat dicegah dengan cara sambungan yang steril pada saat proses pergantian cairan, memakai desinfektan pada semua area yang memungkinkan terjadinya kontaminasi, memakai masker, mencuci tangan. Kemudian kepatuhan, kemampuan intelektual yang baik serta dukungan keluarga juga berperan penting dalam pencegahan peritonitis.

Setelah mengetahui hal-hal yang terkait dengan komplikasi infeksi pada CAPD, diharapkan pasien CKD dengan terapi CAPD lebih memahami jenis, gejala dan cara pencegahan sehingga penggunaan CAPD dapat bertahan lebih lama.

( Doc Hukormas)

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERAN VIDEOTRON DI RUMAH SAKIT Narasumber : Akhmad Suhaimi, S.Sos, M.Si (Hukormas RSMH)

  PERAN VIDEOTRON DI RUMAH SAKIT Narasumber : Akhmad Suhaimi, S.Sos, M.Si (Hukormas RSMH)   Rumah sakit    merupakan fasilitas umum yang keb...