Cegah Stunting dan Wasting dengan MPASI yang Adekuat
Narasumber; Rosalina, AMK (RSMH Palembang)
Menurut UNICEF
(2020), terdapat 30.8% anak Indonesia yang berusia di bawah 5 tahun mengalami stunting, dan 10.2% mengalami wasting. Hal tersebut menempatkan
Indonesia menjadi negara dengan peringkat 5 kasus stunting terbanyak di dunia, dan peringkat 4 kasus wasting terbanyak di dunia. Stunting adalah kondisi dimana tinggi
balita kurang dari tinggi normal pada usianya (terlalu pendek). Sedangkan wasting adalah kondisi dimana berat
badan balita tidak sesuai dengan tinggi badannya (terlalu kurus). Secara teori,
stunting diindikasikan dengan ukuran
tinggi terhadap umur pada balita yang menempati kurang dari minus dua standar
deviasi pada kurva WHO, sedangkan wasting
terlihat dari ukuran berat badan terhadap tinggi badan pada balita yang
menempati kurang dari minus dua standar deviasi pada kurva WHO.
Stunting mencerminkan kekurangan
gizi kronis yang memiliki dampak jangka panjang seperti terhambatnya
pertumbuhan, penurunan kemampuan kognitif dan mental, serta kerentanan terhadap
penyakit. Wasting terjadi akibat
kekurangan gizi akut dan sering sakit, selain itu wasting juga secara signifikan meningkatkan risiko kematian anak.
Salah satu penyebab stunting dan wasting adalah pemberian makan yang
tidak adekuat dan tidak mencukupi nutrisi yang diperlukan. ( UNICEF, 2020)
Untuk menghindari stunting dan wasting diperlukan MPASI yang adekuat, dan nutrisi yang tepat.
MPASI perlu diberikan kepada bayi karena sejak usia 6 bulan ASI sudah tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan energi maupun nutrisi. MPASI yang diberikan
harus adekuat yaitu mengandung zat gizi yang lengkap dan seimbang, dapat
memenuhi kebutuhan zat gizi makro seperti karbohidrat, lemak, protein, serta
zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. (dr. Meta Hanindita, 2020). Selain
itu, MPASI yang adekuat juga harus tepat secara frekuensi (jumlah makan dalam
satu hari), tekstur (tidak terlalu encer), jumlah kalori/energi, serta
dilakukan dengan proses memasak yang bersih. (dr. Ratih Ayu Wulandari, 2020).
Menurut WHO (2009),
ada celah kalori atau energi yang tidak didapatkan bayi dari ASI sehingga MPASI
harus mampu menutupi celah tersebut. Kebutuhan kalori berdasarkan usia
diperlihatkan pada Gambar 1. WHO (2009) juga menunjukkan celah makanan yang
diperlukan oleh bayi pada usia 12-23 bulan, diperlihatkan pada Gambar 2.
Dari Gambar 1 terlihat ada celah energi yang perlu diisi
dengan MPASI sehingga kebutuhan bayi tercukupi. Pada Gambar 2 menunjukkan
kandungan makanan apa saja yang harus diisi oleh MPASI. Dari Gambar 2
terlihat celah terbesar adalah zat besi, artinya bayi lebih membutuhkan
makanan yang mengandung zat besi dengan porsi yang lebih banyak dibandingkan
vitamin karena sebagian besar kebutuhan vitamin masih tercukupi oleh ASI.
(dr. Ratih Ayu Wulandari, 2020) |
|
|
Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah protein,
baik hewani maupun nabati. Sehingga sedari awal memulai MPASI, bayi perlu
memakan lauk pauk seperti ikan, ayam, telur, daging, tahu, tempe, dan
sebagainya. Namun di Indonesia masih banyak pemberian awal MPASI dengan buah
dan sayur seperti pisang, apel, brokoli, dan sebagainya. Padahal bayi tidak
memerlukan nutrisi buah dan sayur dalam jumlah besar. Hal ini bisa
mengakibatkan berat badan bayi tidak naik dengan baik dan bayi menjadi kurus.
(dr. Ratih Ayu Wulandari, 2020) |
Di Indonesia banyak
bubur fortifikasi kemasan yang dijual, pada bubur fortifikasi tersebut
sebenarnya sudah ditambahkan zat besi, kalsium, dan zinc (zat gizi mikro yang
sering dianggap kurang dari kebutuhan menurut WHO) untuk memenuhi kebutuhan zat
gizi bayi. Namun menurut dr. Ratih (2020) yang merujuk pada penelitian Mechelle
Gibs tahun 2011, dari penelitian terhadap 5 negara di Asia dan Afrika termasuk
Indonesia diperiksa 57 kemasan bubur fortifikasi dan ternyata bubur tersebut
mengandung asam fitat yang berpotensi mengganggu penyerapan mineral zat besi,
kalsium, dan zinc. Sehingga bubur fortifikasi harus digunakan secara bijak dan
tidak bisa digunakan untuk makan dalam satu hari penuh karena tidak dapat
memenuhi seluruh kebutuhan gizi bayi. (dr. Ratih Ayu Wulandari, 2020)
Dengan begitu
pencegahan stunting dan wasting yang tepat salah satunya dapat
dilakukan dengan pemberian MPASI adekuat yang mampu memenuhi zat gizi makro
maupun mikro, dan tepat secara frekuensi, tekstur, jumlah kalori/energi, serta
dilakukan dengan proses memasak yang bersih. Sayur dan buah pada MPASI hanya
bersifat perkenalan dengan jumlah yang tidak banyak. Kemudian, pemberian bubur
fortifikasi diperbolehkan namun harus dilakukan dengan bijak karena bubur
fortifikasi tersebut tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan gizi pada bayi.
( Doc Hukormas)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ayu Wulandari, Ratih. 2020.
Kumpulan Resep Kelas Bayi Nyam-Nyam: Panduan Pemberian MP-ASI Sejak Hari
Pertama Bayi Makan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2.
Hanindita, Meta. 2020.
Mommyclopedia, 78 Resep MPASI. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
3.
Unicef. 2020. The State of Children in Indonesia, https://www.unicef.org/indonesia/sites/unicef.org.indonesia/files/2020-06/The-State-of-Children-in-Indonesia-2020.pdf
, diakses pada 27 Maret 2021 pukul 20:36.
4.
World Health Organization. 2009. Infant and young child feeding, https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/44117/9789241597494_eng.pdf;jsessionid=E508AAE9843D037D9F74C404D3759147?sequence=1
, diakses pada 27 Maret 2021 pukul 20:36.
5.
World Health Organization. 2010.
Nutrition Landscape Information System (NLIS): Country Profile Indicators -
Interpretation Guide, https://www.who.int/nutrition/nlis_interpretation_guide.pdf
, diakses pada 27 Maret 2021 pukul 20:36.
[1] Kalori yang dibutuhkan adalah total kalori
per hari yang dipenuhi dari MPASi sebagai contoh pada bayi usia 6-8 bulan maka
kalori yang dibutuhkan adalah 200 kkal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar